Merefleksikan Pendidikan dan Budaya Belajar
Oleh: H. Maksis Sakhabi (Kepala Seksi SMK dan SKH, KCD Dindikbud Prov. Banten Wilayah Kab. Tangerang)
Pendidikan merupakan aspek penting sebagai modal membangun sebuah peradaban. Tak terkecuali bagi bangsa Indonesia yang sejak satu abad lalu merancang, menjalankan dan menerapkan sistem pendidikan untuk memajukan bangsa dan negara melalui pembangunan manusianya. Perjalanan panjang bangsa Indonesia mengelola pendidikan membuat ibu pertiwi menjadi kuat dan berkarakter, lengkap dengan identitasnya sebagai bangsa beradat timur. Namun, tentu saja dalam perjalanannya tidak selamanya sepadan dengan harapan luhur bangsa, dengan kata lain akan selalu bertemu dengan hambatan dan rintangan.
Episode hari ini dunia pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah tengah berada pada wajah baru yang mempertimbangkan aspek global dan persaingan internasional. Dimulai sejak tahun 2000, Indonesia mulai mengikuti Programme for International Student Assesment (PISA). Maka, sebenarnya Asesmen Nasional (AN) yang diberlakukan sejak 2020 hingga saat ini merupakan implementasi pelaksanaan PISA yang sudah 23 tahun diikuti oleh negara kita.
Pendidikan di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri, yaitu berorientasi pada penanaman karakter dan moral. Berbeda dengan beberapa negara dunia, seperti Eropa yang lebih dikenal dengan sistem pendidikan vocational oriented, membuka anak didiknya untuk menjadi apa. Pendidikan kita bangsa Indonesia sudah seja nenek moyang kita menekankan arti penting karakter dan moral. Maka, apapun bentuk wajah pendidikan kita dari dahulu hingga kini akan tetap berorientasi pada karakter dan moral. Hal in menjadi keunggulan tersendiri dari wajah pendidikan bangsa kita. Apapun kompetensi dan kemampuan anak peserta didik kita, orientasi utamanya adalah anak-anak generasi bangsa memiliki karakter dan moral yang luhur. Dan ini tidak bisa diukur dari sebuah pekerjaan dan bentuk materi lainnya.
Lalu, bagaimana dengan kondisi saat ini? Mulailah kita melihat kondisi lingkungan sekitar kita. Pendidikan di sekolah merupakan aspek pembelajaran meliputi, budaya, sosial, agama. Kita tentu selalu memperbaharui informasi yang berkaitan seputar pendidikan. Mulai dari prestasi hingga kriminalisasi. Segala bentuk persoalan yang terjadi di lingkup pendidikan kita berasal dari karakter dan tingkah laku manusia. Pernahkah kita membayangkan sebelumnya akan terjadi kekerasan, pelecehan seksual, perundungan, kriminalisasi guru dan sebagainya di lembaga pendidikan? Itu semua terjadi saat ini. Apa yang kita saksikan hari ini menunjukkan bangsa kita mulai lemah dalam karakter dan moral. Guru yang ketakutan dalam mendidik anak-anaknya lantaran khawatir dikriminalisasi, siswa yang merasa tidak aman di sekolah akibat ulah teman-temannya, siswa yang trauma akibat ulah oknum pendidik yang melecehkannya, dan masih banyak aspek keamanan dan ketertiban di lembaga pendidikan yang mulai tidak terjaga.
Persoalan itu semua menyadarkan kita seluruh unsur komponen bangsa yang peduli terhadap masa depan pendidikan bangsa dan anak-anak kita. Pemerintah merancang sistem pendidikan berbasis karakter yang kita kenal dengan istilah Merdeka Belajar, dimana setiap peserta didik dapat mengembangkan apa yang dimilikinya yaitu potensi dalam dirinya. Konsep Merdeka Belajar ini harus dimaknai sebagai upaya mendekatkan guru dengan cara pembelajaran bagi peserta didiknya. Guru dapat memberikan ruang interaksi kepada peserta didiknya melalui berbagai inovasi pembelajaran. Dan, cara seperti itu diharapkan tidak membuat siswa terbebani dan merasa bosan dalam belajarnya. Maka, sistem ini sebenarnya dikatakan sebagai reformasi budaya pembelajaran.
Pada urusan ini, lembaga pendidikan tidak boleh hanya menuntut guru berinovasi dari sisi cara menemukan media pembelajaran, tetapi juga mesti ada inovasi membentuk akhlak dan karakter. Bagaimana kemudian inovasi ber-akhlak dan ber-karakter itu menumbuhkan sikap saling menghargai antara siswa dengan lainnya, antara guru dengan siswa, antara guru dengan kepala sekolah dan seterusnya.
Tantangan Selanjutnya
Berbicara mengenai pendidikan dan segala aspeknya, kita mesti juga menghitung keadaan masa depan. Masa lalu sebagai bagian dari cara kita mengevaluasi dan masa depan merupakan cara kita menyiapkan inovasi untuk generasi. Melihat dari situasi dunia yang tergambarkan saat ini, ada tiga hal yang menjadi tantangan nyata bagi pendidikan, yaitu; pertama, adanya transformasi digital. Situasi ini sudah tidak bisa ditawar. Dunia secara menyeluruh menggunakan perangkat teknologi digital bagi kelangsungan kehidupannya. Termasuk adalah negara kita, bangsa Indonesia. Penggunaan perangkat teknologi digital semakin menyeluruh di semua sektor kehidupan bernegara. Layanan publik sudah mengarah pada layanan digital. Terlebih, di lingkup swasta seperti perusahaan, Bank dan lain-lain sudah menggunakan layanan digital dalam transaksionalnya.
Bagi dunia pendidikan, digitalisasi dalam lingkup pembelajaran akan menemukan tantangan tersendiri, yaitu minimalisasi interaksi wajah dengan wajah antara guru dan siswa, antara siswa dan siswa lainnya. Ini bukan tidak mungkin bagian dari keadaan yang dapat menggerus karakter dalam kehidupan sosial. Orang akan terbiasa dengan perilaku sendirinya tanpa memperdulikan kehadiran orang lain. Sehingga sikap individualis akan membentuk pada setiap generasi.
Dalam budaya pembelajaran, interaksi wajah dengan wajah itu penting, dikarenakan mampu membentuk karakter individu menjadi percaya diri, menghargai keberadaan orang lain, berinteraksi sosial, dan memiliki etika. Inilah yang disebut sebagai budaya pembelajaran.
Kedua, tantangan berikutnya adalah sistem kinerja guru. Semakin berkembang bentuk metode pembelajaran maka semakin kompleks permasalahan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dialami siswa dan guru. Hal ini berimbas pada terjadinya sistem kinerja guru. Kini, guru tak hanya dibebankan dari sisi pembelajaran kepada siswa-siswinya akan tetapi perangkat penilaian kinerja guru saat ini menjadi beban dan tambahan pekerjaan selain mengajar. Bahwa guru yang dikatakan profesional ia akan menempuh pendidikan khusus sebagai upaya peningkatan kompetensi. Di lain sisi, mereka yang telah sah menyandang guru bersertifikat profesional harus menerima konsekuensi dari bentuk penilaian dan pengawasan yang profesional pula. Kejadian yang tak boleh terjadi adalah alih-alih sibuk mengurus dan menyiapkan pelaporan dan penilaian kinerja guru, tugas utama mengajar menjadi tersisihkan. Apalagi kemajuan teknologi juga bisa menjadi tameng untuk menutupi kekurangan pembelajaran yang diberikan secara tatap muka.
Kemudian yang ketiga adalah peranan orang tua siswa yang cenderung mengalami penurunan fungsi pendampingan. Para orang tua siswa dituntut tetap melakukan kontrol yang lebih terhadap putra-putrinya. Ada kecenderungan orang tua memilih sebagai pembela putra-putrinya manakala terjadi persoalan pendisiplinan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Padahal, beberapa kasus yang terjadi mengakibatkan guru ketakutan dan trauma akibat mendisiplinkan peserta didiknya kemudian mendapat intimidasi dan laporan kepolisian, sehingga guru menjadi tak nyaman dan merasa aman.
Orang tua sejatinya memandang penting terhadap sebuah tindakan pendisiplinan selagi tidak menimbulkan kekerasan fisik yang digambarkan mencederai atau melukai tubuh. Ini bentuk kesadaran personal dalam mendidik anak-anak menjadi tumbuh kembang. Anak yang disiplin akan memunculkan motivasi meraih cita-cita dan keinginannya, meskipun terkadang kesulitan selalu dijumpainya, namun ia tetap berjuang keras menghadapi kesulitannya. Sikap ini dapat tertanam melalui tindakan pendisiplinan. Jika dominasi orang tua tidak menerima bentuk tindakan pendisiplinan siswa maka akan tercipta generasi bangsa yang cengeng, mudah menyerah dan tidak mau berjuang keras.
Ketiga tantangan tersebut harus menjadi perhatian bersama untuk memunculkan sisi-sisi positif di setiap tantangan yang muncul. Tahun 2024 nampaknya adalah tahun mengejar ketertinggalan capaian pendidikan yang pada tahun-tahun sebelumnya terkendala kondisi covid-19. 2024 merupakan waktu yang tepat untuk kembali menerapkan cara-cara inovatif untuk ketercapaian pembelajaran bagi kelangsungan pendidikan para peserta didik.
Komentar
Posting Komentar